Anda mempunyai karya nukilan sendiri? Berminat untuk dipaparkan dan menjadi penulis jemputan di Warna Kaseh? Hantarkan karya anda di warnakaseh@gmail.com. Kami akan menerima semua genre penulisan dan juga bahasa.
ZINE SULUNG WARNA KASEH SUDAH BERADA DI PASARAN. HANYA DENGAN RM8, ANDA BOLEH MEMBACA 32 CERPEN TERBAIK PENULIS WARNA KASEH DI ZINE PILIHAN! JADI APA TUNGGU LAGI? TIADA CETAKAN KE-DUA UNTUK ZINE INI. BELILAH SEMENTARA MASIH ADA STOK.

UNTUK MEMBELI ZINE PILIHAN, ANDA BOLEH MERUJUK DI BAHAGIAN ZINE.

Thursday 7 November 2013

Kamar Gerah

Kamar Gerah

Sinar matahari menyeruak masuk di sela-sela ventilasi, menerangi kamar meski masih tertutup gorden. Sudah siang, pikirku. Tidur larut malam dan rutinitas yang berantakan membuatku kesulitan untuk bangun pagi. Kutengok kertas agenda hari ini, bergumam, "syukurlah, masih ada waktu untuk mengerjakan semuanya tepat waktu".
Semalam, kutonton habis semua daftar film di folder 'baru', maksudku, sebagian besar telah kutonton. Keputusan ini cukup ampuh untuk mengeluarkanku dari kerumunan suara yang memenuhi otak. Mereka bergumam namun masih bisa didengar; ada pula yang berteriak, menuntut sesuatu yang harus kukerjakan segera dan sempurna.
Badanku kewalahan menanggapi satu per satu suara-suara itu. Satu permintaan selesai kukerjakan, hendak mengurus permintaan yang lain, namun suara yang tadi menuntut lebih, tak puas dengan kinerjaku. Astaga! Berikan waktu untuk mengurusi urusanku yang lain dulu, suara-suara lain sudah tidak sabar menanti gilirannya. Penglihatanku gelap; pikiranku berpindah dari monitor di hadapanku, diseret paksa suara-suara yang tidak puas dengan hasil kerjaku, tertunduk mendengarkan serentetan suara yang saling menyahut.
***
Hari menjelang sore, kurebahkan badan dan melipat satu bantal penyangga kepala. "Aduh, jangan ditekuk, nanti busanya rusak!" temanku menarik celana panjangku, hendak meraih bantal. Aku menyeringai jahil. Tidak seperti kamarku, ruangan ini cukup luas untuk berdua; hanya saja, sedikit gerah karena salah satu sisi temboknya terpapar sinar matahari.
Temanku kembali menatap monitor, asyik bermain game online. Dulu aku juga pernah memainkannya tapi tidak lama; sosok-sosok seperti temanku itu sudah familiar lah. Tak lama setelah itu, dia  berhenti bermain; berbalik menatapku meski tak jauh dari monitor. "Apa yang kamu bisa saat itu juga, kerjakan saja, bro. Tidak usah pedulikan soal kesempurnaan jika memang kamu belum bisa lakukan sekarang," temanku meraih pen yang tergeletak di atas pentablet; diputar-putar dengan jarinya, lincah. Mulutku bungkam, mengangguk dan menaikkan alis saja menanggapi sarannya. Lalu manggut-manggut lagi, menatap kolong meja gelap komputer, merenungi kembali ucapannya.


pertama.tumblr.com | October 11, 2013

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...