Anda mempunyai karya nukilan sendiri? Berminat untuk dipaparkan dan menjadi penulis jemputan di Warna Kaseh? Hantarkan karya anda di warnakaseh@gmail.com. Kami akan menerima semua genre penulisan dan juga bahasa.
ZINE SULUNG WARNA KASEH SUDAH BERADA DI PASARAN. HANYA DENGAN RM8, ANDA BOLEH MEMBACA 32 CERPEN TERBAIK PENULIS WARNA KASEH DI ZINE PILIHAN! JADI APA TUNGGU LAGI? TIADA CETAKAN KE-DUA UNTUK ZINE INI. BELILAH SEMENTARA MASIH ADA STOK.

UNTUK MEMBELI ZINE PILIHAN, ANDA BOLEH MERUJUK DI BAHAGIAN ZINE.

Wednesday, 25 September 2013

Saking Emosi

Tirto menarik gas motornya kesetanan! Uang yang dikumpulkannya berbulan-bulan dari sebagian gajinya, ia belikan knalpot modifikasi. Dia sudah muak bersabar tiap hari mendengar pertengkaran rumah tangga tetangga di seberang rumahnya. Tirto pikir, mungkin dengan cara ini mereka akan sadar bahwa teriakan mereka hampir sekeras letupan knalpot barunya. Memikirkan angsuran motornya yang belum lunas, nanti dulu lah.

Tirto masih tinggal serumah dengan orang tuanya. Biasanya, Tirto mendengar orang tuanya sedang membicarakan tetangga seberang rumah dengan tetangga lainnya. Bukan, mereka tidak membicarakan aibnya, melainkan mengeluh bahwa mengapa mereka harus ikut mendengar pertengkaran itu. Sesekali mereka sindir ketika pertengkaran tetangganya itu tengah berkobar. Mungkin tersulut omongan mereka, ditambah lagi keluarga yang mengganggu itu tak peka terhadap sindiran, karena itulah Tirto mengambil jalan lain untuk “menyindir”, itung-itung meluapkan kekesalannya.

Sudah seminggu lebih Tirto telah melakukannya, keluarga yang berisik itu belum menunjukkan perubahan. Dia tak habis pikir, mengapa mereka bertengkar tiap hari; pasti setiap pagi, apalagi sore, malam harinya jarang terjadi.

Tetangga lainnya tambah terganggu karena kehadiran suara knalpot yang keras itu. Ibunya yang memberitau. Beruntunglah ada ibu tetangga lainnya yang tak sungkan mengatakannya. Tirto berpikir keras agar kejadian ini tak terulang kembali. Rupanya, Tirto belum memperhitungkan dampaknya sejauh itu.

Hari-hari berikutnya, keluarga di seberang rumah Tirto masih ribut seperti biasa. Tirto mengatupkan mulutnya, seolah menelan pil pahit, lalu menghela napas. Dia berlama-lama sarapan sambil memutar musik dangdut. Yah, dia tak terpikirkan kegiatan yang lain untuk menunggu jemputan teman kerjanya.


Suara mesin motor yang tak asing itu tiba, teman kerjanya menjemput. Tirto haris sedikit lebih sabar lagi menunggu knalpot barunya ada yang mau membeli. Dia berencana untuk mengganti dengan knalpot yang lebih ramah suara. Teman kerjanya tertawa geli, dialah orang yang menemani Tirto ketika Tirto menjual knalpot standarnya untuk tambahan dana pembelian knalpot baru.

1 comment

kok koyok nya cerita p ramlee itu. cuma berbeda situasi, mereka bukan empunya motor itu. haha

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...