Tirto menarik gas motornya
kesetanan! Uang yang dikumpulkannya berbulan-bulan dari sebagian gajinya, ia
belikan knalpot modifikasi. Dia sudah muak bersabar tiap hari mendengar
pertengkaran rumah tangga tetangga di seberang rumahnya. Tirto pikir, mungkin dengan
cara ini mereka akan sadar bahwa teriakan mereka hampir sekeras letupan knalpot
barunya. Memikirkan angsuran motornya yang belum lunas, nanti dulu lah.
Tirto masih tinggal serumah
dengan orang tuanya. Biasanya, Tirto mendengar orang tuanya sedang membicarakan
tetangga seberang rumah dengan tetangga lainnya. Bukan, mereka tidak
membicarakan aibnya, melainkan mengeluh bahwa mengapa mereka harus ikut
mendengar pertengkaran itu. Sesekali mereka sindir ketika pertengkaran
tetangganya itu tengah berkobar. Mungkin tersulut omongan mereka, ditambah lagi
keluarga yang mengganggu itu tak peka terhadap sindiran, karena itulah Tirto
mengambil jalan lain untuk “menyindir”, itung-itung meluapkan kekesalannya.
Sudah seminggu lebih Tirto telah
melakukannya, keluarga yang berisik itu belum menunjukkan perubahan. Dia tak
habis pikir, mengapa mereka bertengkar tiap hari; pasti setiap pagi, apalagi
sore, malam harinya jarang terjadi.
Tetangga lainnya tambah terganggu
karena kehadiran suara knalpot yang keras itu. Ibunya yang memberitau.
Beruntunglah ada ibu tetangga lainnya yang tak sungkan mengatakannya. Tirto
berpikir keras agar kejadian ini tak terulang kembali. Rupanya, Tirto belum
memperhitungkan dampaknya sejauh itu.
Hari-hari berikutnya, keluarga di
seberang rumah Tirto masih ribut seperti biasa. Tirto mengatupkan mulutnya,
seolah menelan pil pahit, lalu menghela napas. Dia berlama-lama sarapan sambil
memutar musik dangdut. Yah, dia tak terpikirkan kegiatan yang lain untuk
menunggu jemputan teman kerjanya.
Suara mesin motor yang tak asing
itu tiba, teman kerjanya menjemput. Tirto haris sedikit lebih sabar lagi
menunggu knalpot barunya ada yang mau membeli. Dia berencana untuk mengganti
dengan knalpot yang lebih ramah suara. Teman kerjanya tertawa geli, dialah orang
yang menemani Tirto ketika Tirto menjual knalpot standarnya untuk tambahan dana
pembelian knalpot baru.
1 comment
kok koyok nya cerita p ramlee itu. cuma berbeda situasi, mereka bukan empunya motor itu. haha