Kamar
Gerah
Sinar
matahari menyeruak masuk di sela-sela ventilasi, menerangi kamar meski masih
tertutup gorden. Sudah siang, pikirku. Tidur larut malam dan rutinitas yang
berantakan membuatku kesulitan untuk bangun pagi. Kutengok kertas agenda hari
ini, bergumam, "syukurlah, masih ada waktu untuk mengerjakan semuanya
tepat waktu".
Semalam,
kutonton habis semua daftar film di folder 'baru', maksudku, sebagian besar
telah kutonton. Keputusan ini cukup ampuh untuk mengeluarkanku dari kerumunan
suara yang memenuhi otak. Mereka bergumam namun masih bisa didengar; ada pula
yang berteriak, menuntut sesuatu yang harus kukerjakan segera dan sempurna.
Badanku
kewalahan menanggapi satu per satu suara-suara itu. Satu permintaan selesai
kukerjakan, hendak mengurus permintaan yang lain, namun suara yang tadi
menuntut lebih, tak puas dengan kinerjaku. Astaga! Berikan waktu untuk
mengurusi urusanku yang lain dulu, suara-suara lain sudah tidak sabar menanti
gilirannya. Penglihatanku gelap; pikiranku berpindah dari monitor di hadapanku,
diseret paksa suara-suara yang tidak puas dengan hasil kerjaku, tertunduk
mendengarkan serentetan suara yang saling menyahut.
***
Hari
menjelang sore, kurebahkan badan dan melipat satu bantal penyangga kepala.
"Aduh, jangan ditekuk, nanti busanya rusak!" temanku menarik celana
panjangku, hendak meraih bantal. Aku menyeringai jahil. Tidak seperti kamarku,
ruangan ini cukup luas untuk berdua; hanya saja, sedikit gerah karena salah
satu sisi temboknya terpapar sinar matahari.
Temanku
kembali menatap monitor, asyik bermain game online. Dulu aku juga pernah
memainkannya tapi tidak lama; sosok-sosok seperti temanku itu sudah familiar
lah. Tak lama setelah itu, dia berhenti
bermain; berbalik menatapku meski tak jauh dari monitor. "Apa yang kamu
bisa saat itu juga, kerjakan saja, bro. Tidak usah pedulikan soal kesempurnaan
jika memang kamu belum bisa lakukan sekarang," temanku meraih pen yang
tergeletak di atas pentablet; diputar-putar dengan jarinya, lincah. Mulutku
bungkam, mengangguk dan menaikkan alis saja menanggapi sarannya. Lalu
manggut-manggut lagi, menatap kolong meja gelap komputer, merenungi kembali
ucapannya.
pertama.tumblr.com
| October 11, 2013
1 comment
Ini contoh tulisan loe? Pfft... biasa aja tuh. Gue kira sekeren apa sampai bisa belagak di postingan orang.